Sumber: medium.com
Liputan Wartawan TribunSolo.com, Ibnu Dwi Tamtomo
TRIBUNSOLO.COM, SOLO – Mungkin sebagian dari kita sering bertanya-tanya, tentang apa itu disabilitas.
Hal tersebut, biasanya didasari sikap empati yang timbul untuk menghargai dan menghormati seorang penyandang disabilitas.
Untuk itu, Terapis Okupasi di Puspa Al Firdaus, Arifah Meilia akan menjelaskan lebih lanjut, apa saja yang perlu diketahui seputar disabilitas.
Disabilitas adalah kondisi dimana individu mengalami keterbatasan fisik, mental, intelektual, sensorik, maupun sosial dalam jangka waktu yang lama.
Disabilitas dapat memengaruhi masing-masing pengidap dengan cara yang berbeda-beda, bahkan ketika memiliki jenis disabilitas yang sama dengan pengidap lainnya.
Jenisnya sendiri, meliputi berbagai gangguan fisik dan mental yang memengaruhi pengidapnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Untuk mendapatkan perlakuan yang tepat, anak berkebutuhan khusus (ABK) sudah diatur dalam Peraturan Menteri PPPA 4 Tahun 2017 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak Penyandang Disabilitas.
“Suatu bentuk perlindungan yang diterima oleh anak penyandang disabilitas untuk memenuhi hak-haknya dan mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri serta jiwa dalam tumbuh kembangnya,” terangnya Arifah.
Dijelaskan Terapis Al Firdaus itu, jika anak penyandang disabilitas memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan dan kenyamanan sarana prasarana serta kemudahan aksesibilitas.
Selain itu, anak penyandang disabilitas juga berhak tumbuh, berkembang, mendapatkan perlindungan kekerasan dan diskriminasi.
Lebih lanjut, Arifah menjelaskan tentang klasifikasi anak berkebutuhan khusus, berdasar Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 5 Ayat 2.
Diantaranya adalah tunanetra (blind and low vision) tunarungu (deaf and hearing loss), tunagrahita atau gangguan intelektual dan kognitif, tunalaras atau gangguan emosi dan perilaku, tunaganda atau anak dengan gangguan jamak.
Selain itu, attention deficit hyperactivity disorder (Autism-ADD-ADHD), anak berbakat dan cerdas istimewa (gifted and talent).
Ada pula anak lambat belajar (slow learner), anak gangguan komunikasi/wicara (speech disorder), dan nak kesulitan belajar (learning disorder).
Sementara itu, jika dilihat dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016, klasifikasi penyandang disabilitas dibagi menjadi 4, yaitu:
Yang pertama, disabilitas fisik yakni gangguan pada fungsi gerak tubuh, terbatas dalam mobilitas.
Seperti dampak dari amputasi, lumpuh karena stroke, paraplegia atau lumpuh pada bagian pinggul ke bawah, distrofi atau pelemahan otot, tubuh kerdil atau gangguan pertumbuhan.
Kedua, disabilitas intelektual, yakni kondisi terganggunya kemampuan dan fungsi pikir, misalnya down syndrome dan debil.
Pada disabilitas ini terbatas dalam aspek keterampilan, interaksi sosial, komunikasi, perawatan diri.
Ketiga ialah disabilitas mental, yakni saat seseorang memiliki kondisi terganggunya fungsi psikologis, emosi, perilaku, dan pikiran.
Seperti, skizofrenia, bipolaer, depresi, gangguan kecemasan, dan gangguan kepribadian.
Yang terakhir, adalah Disabilitas sensorik dimana seseorang mengalami kondisi terganggunya salah satu fungsi panca indra.
Contohnya seperti, tuna rungu, tuna netra, tuna wicara.
Arifah menegaskan, bahwa penyandang disabilitas memiliki hak setara dalam berbagai aspek kehidupan.
Seperti berhak memperoleh perlindungan hukum, pendidikan, pekerjaan, kesehatan, politik, keolahragaan, kesejahteraan sosial, aksesibilitas, pelayanan public perlindunga dari bencana serta kebudayaan dan pariwisata.
Jika kita mengucilkan penyandang disabilitas, maka sikap tersebut bertentangan dengan Undang-undang tentang penyandang pisabilitas.
Dimana penyandang disabilitas juga berhak atas kehidupannya, termasuk hak untuk terbebas dari stigma (anggapan atau persepsi buruk).
Jangan memberikan stigma negative terhadap penyandang disabilitas, justru harus kita rangkul bersama.